Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ramadhan Tanpa Kesibukan, Bisakah?

https://www.susistory.com/2025/03/ramadhan-tanpa-kesibukan-bisakah.html


Ramadhan Tanpa Kesibukan, Bisakah? - Rasanya, baru kemarin menjalani puasa dengan segala keriweuhan bersama anak - anak. Ternyata, sekarang sudah masuk ramadhan lagi dengan kondisi yang belum banyak berubah. Anak - anak masih kecil dan tetap dengan segala keriweuhannya. Jika anak muda jatuh cinta, ada butterfly era. Kalau saya, sedang di fase burnout alias jenuh dan cape banget dengan segala aktifitas yang itu - itu saja dan hampir tidak ada liburnya. Tahun 2025 memang agak berbeda karena saya mulai punya kehidupan diluar aktifitas rumah tangga walau hanya 20% saja. Maka dari itu, ramadhan tahun ini saya ingin lebih santai dan tidak mau banyak kesibukan supaya bisa menjalankan ibadah puasa dengan lebih ikhlas dan bahagia.

Ramadhan Tanpa Kesibukan, Bisakah?

Ramadhan Versi Saya : Sibuk Masak Dan Meal Prep!



Sebagai seorang ibu yang tiap hari masak, harusnya ramadhan bukanlah sebuah beban. Toh, sama - sama masak hanya beda waktu saja, kan? Soal menu masak pun bukanlah sesuatu yang harus dibikin pusing karena setiap hari memang terbiasa untuk masak menu sehat berimbang walau dengan budget sederhana. Bedanya, ketika ramadhan tinggal menambahkan menu takjil yang identik dengan makanan atau minuman manis. Namun, bukan rumah tangga kalau tidak belajar seumur hidup. Walaupun sudah 7 tahun lebih menjadi ibu rumah tangga dan berkali - kali menjalani ritme ramadhan sebagai ibu, nyatanya saya harus tetap beradaptasi.

Jujur, setiap akan memasuki bulan ramadhan, ketika orang - orang begitu excited, saya malah merasa "loyo". Belum mulai puasa, sudah membayangkan capenya masak menu untuk sahur, menu makan siang ( anak kedua masih belum puasa ) dan menu untuk berbuka beserta takjilnya. Belum lagi, saya harus masak lebih awal karena repot menemani anak kedua bermain di luar. Ya, sejak anak pertama hingga anak kedua memang saya tidak bisa membiarkan anak bermain sendirian di luar rumah.

Just info, saya tinggal di gang kelinci yang sempit. Halaman rumah, adalah halaman bersama. Tempat bermain anak, adalah lalu lintas orang dan kendaraan bermotor. Gang sempit dengan jalanan menurun dan berujung dekat sungai kecil, sementara ke atas adalah jalan raya. So, apa itu privacy? Susah sekali punya plan kegiatan harian karena banyak pengaruh dari lingkungan sekitar. Contoh sederhana, saat saya akan masak ke dapur, tapi anak malah ingin main di luar karena banyak anak - anak yang main. Belum lagi saat waktunya berbuka, susah menyuruh anak untuk masuk ke rumah karena memang di luar ramai. Saya tidak menyalahkan siapapun disini, memang resiko hidup di perkampungan padat penduduk. Sungguh, banyak sekali drama. Definisi bukan cape fisik tapi lebih ke psikis. Please, jangan anggap saya lebay. Kalian yang belum pernah ada di situasi ini, tidak akan paham.

Ramadhan 2025 : Belajar Membuat Skala Prioritas

Belajar dari ramadhan - ramadhan sebelumnya, tahun ini saya memutuskan untuk membuat skala prioritas. Prioritas utama saya adalah menjalani puasa dengan happy dan tanpa beban. Maka dari itu, saya memutuskan untuk mengurangi aktifitas yang bisa membuat cape yaitu masak. Bagi saya, memasak adalah hal yang bikin cape karena anak - anak tidak bisa makan menu yang sama dalam satu hari. Dulu, saya masak 3 kali sehari dengan porsi sekali makan. Sekarang? Maaf saya menyerah! Masak satu atau maksimal dua kali saja itupun menu yang simpel seperti ikan goreng, ayam goreng ataupun nugget. Sisanya, biarkan anak - anak makan makanan instan atau makanan berat lainnya. Sampai minggu kedua ramadhan ini saya memang jarang banget masak sayur, tapi diusahakan selalu ada buah - buahan untuk asupan serat. Alhamdulillah anak kedua memang tidak terlalu rewel dalam urusan makanan. Yang rewel justru anak pertama, tapi pelan - pelan mulai mengerti dengan situasi dan bisa diajak ngobrol. 

Untuk urusan takjil pun saya lebih sering beli saja di luar, sekalian pergi "ngabuburit" bersama anak - anak. Untungnya, suami bukan tipe orang yang picky eater. Takjil apapun boleh dan suka, tapi sesekali beliau request gorengan dan es jeruk. Kalaupun masak sendiri, kedua menu takjil tersebut masih sangat praktis. Bagi saya yang dulunya segala serba bikin sendiri, memang terasa boros sih. Sekali beli takjil, bisa untuk bahan - bahan masak. Hahaha... Tapi, saya coba berdamai dulu. Toh, kalau dihitung - hitung sama saja mau beli atau masak sendiri. Masak sendiri terasa lebih murah karena tidak menghitung tenaga memasak dan bahan - bahan lain seperti gas serta sabun pencuci piring untuk membersihkan alat - alat masak. Wkwkwk. Sejauh ini, masih oke lah ya walaupun takjil selalu beli karena kebetulan kami hidup di kampung. Harga jajanan masih masuk akal dibanding hidup di kota.

Hidup Nggak Sempurna Itu Nggak Apa - Apa, Kok!



Dari ramadhan tahun ini saya jadi belajar untuk berdamai dengan diri sendiri. Belajar menerima kalau kurang - kurang sedikit mah gapapa banget kok. Sekarang, saya memang mengurangi kegiatan memasak dan jadi terasa lebih boros karena banyak jajan. Namun, saya punya kegiatan lain yang membuat saya merasa lebih produktif dan insyaallah akan menjadi jalan pembuka rezeki untuk kami kedepannya. Selain itu, saya bisa menjalani puasa dengan lebih happy, bukan beban. Insyallah, puasa pun jadi lebih banyak pahalanya dibandingkan puasa dengan perasaan cape dan terbebani. Well, hidup ini memang nggak melulu soal kesempurnaan ya, gengs! Selama kita sudah ikhtiar, kurang - kurang dikit mah gapapa. Nah, kalau kalian skip aktifitas yang mana nih demi bisa menjalani puasa ramadhan dengan happy?



Post a Comment for "Ramadhan Tanpa Kesibukan, Bisakah?"